Sabtu, 07 Agustus 2010

pemindahan ibukota


Baru – baru ini timbul wacana yang menyebutkan bahwa ibukota negara indonesia akan di pindah ke luar jawa, atau bukan berada di jakarta lagi, kota yang paling santer disebut sebagai ibukota indonesia yang selanjutnya adalah kota palangkaraya. Alasan yang melatarbelakangi pemindahan ini adalah adanya kemungkinan kota jakarta akan macet total paling cepat pada 2015, itupun
berdasarkan studi dari para ahli. Aksi persiapan untuk pemindahan ibukota pun mulai disiapkan, pemerintah telah mulai mengkaji apabila ibukota indonesia dipindah keluar jawa, baik dari segi manfaatnya ataupun mudaratnya, atau ibukota tetap berada di pulau jawa namun tidak di jakarta lagi.
               
Upaya pemerintah yang membuat visi indonesia pada 2033 tentunya patut diapresiasi, karena menunjukkan bahwa pemerintah telah belajar banyak dari kebijakan – kebijakan yang pada dasarnya baik tetapi menjadi tidak baik apabila implementasinya tidak sesuai apa yang sudah direncanakan, contoh termudah adalah konversi miyak tanah ke gas. Pemerintah telah belajar bahwa hal sederhana seperti konversi saja jadi bencana apabila palaksanaannya tidak benar, oleh karena itu wacana pemindahan ibukota yang merupakan kebijakan kompleks harus betul – betul dipersiapkan secara matang.
Pemindahan ibukota tentunya harus dikaji dengan dalam karena selain perhitungan biaya yang menjadi kajian, tentunya ada dampak sosial yang ditimbulkan apabila ibukota indonesia jadi dipindahkan. Menurut kabar yang beredar, biaya yang dihabiskan sekitar 50 Trilyun rupiah, tentunya itu bukan dana yang sedikit, karenanya perhitungan baik buruknya tentang wacana pemindahan ibukota harus cermat sampai ke hal yang terkecil.
Setelah berbicara mengenai latar belakang dan upaya – upaya pemerintah untuk memindahkan ibukota, mari kita melihat melalui mata awam kita yang hanya rakyat biasa apabila ibukota indonesia betul – betul jadi dipindahkan. Hal yang membuat kota jakarta tidak lagi layak menjadi ibukota adalah karena jakarta menjadi pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis. Mari kita berandai – andai ibukota dipindahkan, pebisnis yang sudah terbiasa mengurus perizinan dengan cepat, akan menjadi pusing karana harus mengurus perizinan ke kota lain, atau bahkan ke luar jawa yang membutuhkan biaya lebih besar untuk mengurus perizinan, ini tidak menjadi masalah apabila pebisnins tersebut sudah kelas kakap, apabila yang kelas teri bagaimana?? Mungkin masalah ini bisa diatasi dengan sistem pengurusan perizinan secara online, dan itu baru kemungkinan menyelesaikan masalah yang pertama.
Masalah kedua, menurut pengamat ekonomi ichsanudin noorsy pada salah satu acara stasiun tv, jakarta menjadi kota untuk mengelola sekitar 65% APBN kita, bayangkan jika ini dipindah ke wilayah yang masih belum berkembang, yang terjadi memang menurut saya baik karena akan terjadi pemerataan pembangunan, namun yang menjadi masalah adalah apabila kota yang ditinggalkan menjadi kota yang malah terbalik menjadi tertinggal, karena logikanya adalah pusat bisnis akan mendekati pusat pemerintahan, contohnya adalah New York dengan Washington DC, Canberra dengan Sidney. Apabila ibukota tetap di jawa, maka jakarta dan daerah di jawa akan menjadi tenang karena pembangunan daerahnya bisa dikatakan terjamin, tapi disisi lain, wilayah timur indonesia akan tetap menjadi “rimba” karena pembangunan tidak merambah kesana. Lalu jika ibukota di luar jawa, katakanlah palangkaraya, maka pembangunan daerah di kawasan luar jawa bisa dikatakan menemukan secercah harapan, karena secara almiah akan terbentuk kota – kota penyangga ibukota dan jangkauan pembangunan pun akan lebih baik, namun apa jadinya kita yang tinggal di jawa??? Apakah akan menjadi pulau yang seperti “anak ayam kehilangan induknya”, jadi masukan saja, mungkin sebelum pemindahan ibukota direalisaikan, kita harus membuat pembangunan daerah indonesia menjadi merata terlebih dahulu.
Masalah ketiga yang timbul adalah, kota jakarta menyerap jutaan tenaga kerja karena menjadi pusat bisnis, dan sebagian besar tinggal di kota – kota penyangga, kita bahas PNS terlebih dahulu, apabila ibukota di pindah, khususnya keluar jawa, berapa ribu keluarga yang harus pindah karena anggota keluarganya dipindah tugaskan??ini dikarenakan budaya masyarakat indonesia yang tidak bisa jauh dari keluarga mereka. lalu, kita lihat apabila pegawai swasta yang kantor pusatnya dipindah ke kota – kota penyangga baru demi memudahkan perusahaan mengurus perizinan. Bisa anda bayangkan berapa orang yang akan meninggalkan jakarta dan kota – kota penyangganya seperti bogor, depok, tangerang dan bekasi, lalu apa yang terjadi?? Mungkin dalam satu  dua tahun tidak akan terlihat, tapilihat puluhan tahun berikutnya, akan timbul masalah baru di kota – kota penyangga, yaitu pengangguran, ini hasil apabila pemindahan ibukota dipindahkan ke kawasan yang pertumbuhan ekonominya belum bisa membuat kota – kota penyangganya menjadi kota industri baru, dan “magnet” ibukota sangat besar, karena tempat orang menaruh harapan tinggi pada kehidupan di ibukota, lalu apa yang terjadi kemudian??? Ya, masalah kependudukan akan menjadi masalah berikutnya, dan kemacetan pun ujung – ujungnya akan timbul kembali.
Masalah – masalah yang berpotensi timbul tersebut mungkin hanya sebagian kecil dari masalah – masalah yang patut dipikirkan, memang terlihat sederhana dan tidak berdasar, malah terlihat terlalu dibesar -  besarkan karena tidak ada riset yang mendukungnya, tapi itu dapat dijadikan pertimbangan bagi pembuat kebijakan untuk meninjau ulang wacana pemindahan ibukota. Namun kita juga harus bersikap optimis, banyak contoh negara yang yang berhasil memindahkan ibukotanya, antara lain, brazil (ri de jainero ke brasilia), jepang (kyoto ke tokyo), australia (sidney ke canberra), jerman (bonn ke berlin)dan masih banyak negara yang bisa memindahkan ibukotanya, mereka bisa, kenapa kita tidak???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar